Kabut
terakhir,
perlahan surut ke arah barat
merecikkan
sosok sunyi,
di bangku tunggu yang berangin
sejauh
itu jua percakapan,
meresonansi di rahang ruang sendat
stasiun
di mana kota jantungmu di mana
menjanjikan segala pertarungan
Bersiap-siaplah,
berdamai dengan hati
masuk suaramu, tebaran mega biru
memburu
fajar di mana,
pelintasan membayangi pelintasan
pergumulan
akan dimulai lagi
segala padang kristal gemuruh adegan
sekian
cerita, kenangan dan gigi waktu
memahat-mahat siang malammu segera
terjaring
langkahmu dalam pusaran jakarta
(Umbu Landu Paranggi, Jakarta,
Oktober 1969)
Sumber : Tonggak 3, Antologi Puisi Indonesia
Modern (ed) Linus Suryadi AG, Gramedia, Jakarta, 1987 (halaman 241-242). Puisi
ini diambil dari Pelopor Yogya, 22 Februari 1970.
No comments:
Post a Comment