Pantai berkabut di sini, makin berkisah dalam tatapan
sepi yang lalu dingin gumam berhantam di buritan
Juluran lidah nampak di bawah kerjap mata menggoda
dalam lagu siul, di mana-mana menghadang cakrawala
Laut bersuara di sini, makin berbenturan dalam kenangan
rusuh yang ganjil sampai gelisah terhempas di haluan
Pusaran angin di atas geladak bersambung menderu
dalam terpencil, hingga di mana napas dendam rindu
Menggaris batas jaga dan mimpikah cakrawala itu
mengarungi perjalanan rahasia penumpang itu
Langit terus mainkan cuaca, sampai tanjung, rusuk senja
bintang di mata si anak hilang, taruhannya terus mengembara
keterangan : versi 2
sepi yang lalu dingin gumam berhantam di buritan
Juluran lidah nampak di bawah kerjap mata menggoda
dalam lagu siul, di mana-mana menghadang cakrawala
Laut bersuara di sini, makin berbenturan dalam kenangan
rusuh yang ganjil sampai gelisah terhempas di haluan
Pusaran angin di atas geladak bersambung menderu
dalam terpencil, hingga di mana napas dendam rindu
Menggaris batas jaga dan mimpikah cakrawala itu
mengarungi perjalanan rahasia penumpang itu
Langit terus mainkan cuaca, sampai tanjung, rusuk senja
bintang di mata si anak hilang, taruhannya terus mengembara
(Umbu Landu Paranggi, 1966)
Sumber
: “Persada Studi Klub dan Sajak-sajak Presiden Malioboro” dalam Suara Pancaran
Sastra : Himpunan Esai dan Kritik, Korrie Layun Rampan, Yayasan Arus Jakarta,
1984 (halaman 71). Puisi ini diambil dari Pusara, No. 3, Maret 1974.
keterangan : versi 2
No comments:
Post a Comment