I
Tambur
tua, ditabuh dewa
menujum
sunyiku, di mulut kemarau
sirih
pinang tembakau, membaun angin cendana
duh
sarungkan pedangmu, dendam budak biru
gulung
rokok daun lontar, kumurkan mantra pengantar
api
pediangan menanti, siraman darah lelaki
II
Gong
gong purba, meningkah bertalu talu
duh
restu dewata, menjaring bulan buangan
lima
perawan saringan, menghambur dalam arena
terjurai
melindas baying, kain dan selendang pilihan
tenunan
datu, kayu dan batu
anyaman
pelangi, menyambar nyambar dukaku
III
gemerincing
giring-giring di kaki, mabuk berburu sorak sorai
bulu
ayam di kepala meronta, surai kuda di jari melambai
melipat
malam lupa berbusa, hai patah tambur buat rajamu
(hingga
lepas urat-urat tangan), gong-gong nyaring dan tajamkan
(bahkan
hingga putus napas tarian), mari…hanya kesepianku
panggang
di bara cemar, sampai subuh berlinangan
embun,
pijaran riap embun, yang meramu cintaku
IV
rawa
rawa, paya paya, duka cintaku mengibas telaga senja
rawa
rawa, paya paya, di punggung sunyi hariku busur cakrawala
rawa
rawa, paya paya, baris cemara meriap gerimis nyawaku
rawa
rawa, paya paya, pelaminan kemarau, nyanyi fana nyanyi baka
(Umbu Landu Paranggi)
Sumber
: “Persada Studi Klub dan Sajak-sajak Presiden Malioboro” dalam Suara Pancaran
Sastra : Himpunan Esai dan Kritik, Korrie Layun Rampan, Yayasan Arus Jakarta,
1984.
No comments:
Post a Comment