Sunday, June 5, 2016

Sanggar Pos Remaja dan Awal Mula Umbu Landu Paranggi di Bali

Seri Nostalgia & Inspirasi

Sanggar Pos Remaja dan Awal Mula Umbu Landu Paranggi di Bali

 Oleh: Widminarko (wartawan Tokoh)


 (Umbu Landu Paranggi dan I.B. Sura Kusuma alias Gus Lolek, kartunis dan karikaturis Bali Post hadir dalam Rapat Redaksi Bali Post di Jalan Banteng 1, saat gedung berlantai tiga di Jalan Kepundung 67 A dalam proses penyelesaian, dan kemudian diresmikan 16 Agustus 1982. Foto: Widminarko)

Tanggal 26 dan 27 Mei 2016 Umbuluwang Landu Paranggi membaca puisi di depan publik pencita, pengagum, dan sahabatnya di Kampung Puisi, Denpasar. Ini termasuk peristiwa langka, paling tidak bagi saya. Sejak ia bergabung di Bali Post tahun 1979, saya tidak pernah nonton Umbu membaca puisi di atas panggung. Hanya sekali menyaksikan dia membaca puisi, tahun 1978. Tentang rencana Umbu membaca puisi itu saya informasikan dalam tulisan stensilan berjudul ‘Apa Itu, Sanggar Pos Remaja’, 17 Juli 1978. Saya tulis: “Secara kebetulan pada hari-hari tersebut berada di Bali penyair terkenal kelahiran Sumba yang lama menetap di Yogyakarta, Umbu Landu Paranggi.


Para peminat drama/puisi di Bali sejak lama mendambakan kehadiran penyair-penyair terkenal di tanah airnya sendiri, untuk datang ke Bali memperlihatkan kebolehannya dengan harapan penampilan mereka tersebut memberi kesegaran baru dalam hal cipta-mencipta dan berkreasi. .... Keberadaan rekan Umbu Landu Paranggi di Bali kami manfaatkan, dengan harapan pemunculannya di pentas pada tanggal 23 Juli 1978 malam memperluas keterbukaan pandangan seniman remaja dan seniman cilik di daerah ini dalam rangkaian cipta-mencipta dan berkreasi positif”.

Sebelum itu, tahun 1978 juga, Umbu datang ke rumah kontrakan kami di Banjar Gemeh. Inilah pertemuan pertama saya dengan sosok yang dikenal sebagai “Presiden Malioboro” itu. Dia datang bersama Drs. Joko Affandi, dosen FE Unud, teman Umbu saat di Yogyakarta. Mas Joko sudah saya kenal sebelumnya, sebagai pemain teater. Dia juga bergabung dengan kami dalam Gerakan Pemuda Zero Population Growth (ZPG) yang kami dirikan 23 Agustus 1976. Saat Rakernas II ZPG di Denpasar 5 – 7 Mei 1978 dia menjabat Sekretaris Panitia yang diketuai dr. Nyoman Adiputra (sekarang guru besar FK Unud).

Kedatangan ke rumah saya berikutnya, Umbu sendirian. Saat berbincang tentang sastra, saya menawari Umbu – yang di Yogyakarta menjadi Redaktur Mingguan Pelopor - untuk bergabung kami di Bali Post. Dan, kebetulan Sanggar Pos Remaja yang diketuai Adnyana Sudibya akan menyelenggarakan Malam Apresiasi Seni Drama dan Puisi, 23 Juli 1978, di Aula Kanwil Departemen P dan K Bali. Saya tawari Umbu untuk membaca puisi dalam acara tersebut.  
Mas Joko mengingatkan saya, saat di Yogyakarta Umbu jarang mau tampil dalam acara resmi. “Siap-siap saja jika pada saatnya nanti Umbu tidak datang,” pesannya. Saya menjelaskan, Umbu pasti datang karena sudah menyanggupi akan hadir. 

Panitia sempat gelisah karena acara Umbu Membaca Puisi hampir tiba Umbu belum kelihatan. Saat pembawa acara memanggil namanya, Umbu muncul dari belakang panggung. Ia mengenakan busana gelap, kain sarung dililitkan di leher, bersongkok hitam. Ia membaca puisi dengan suara hidung disengau-sengaukan. Inilah penampilan perdana Umbu membaca puisi di depan publik Denpasar, disaksikan para penyair muda yang kelak akrab dengannya setelah Umbu bergabung di Bali Post tahun 1979.

Saat Bali Post masih bernama Suluh Marhaen Edisi Bali, akhir tahun 1960-an memiliki rubrik Banteng Muda, terbit tiap Sabtu. Pengasuhnya Komang Soka, DP Bhadra, DP Sudiara. Setelah Suluh Marhaen berubah menjadi Bali Post tahun 1971, rubrik Banteng Muda berubah menjadi Taman Muda Remaja yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab saya selaku Wakil Pemimpin Redaksi/Redaktur Pelaksana Bali Post. Kemudian, berubah menjadi Pos Remaja. Tahun 1976 itu susunan pimpinan dan redaksi khusus Bali Post Minggu tertera dalam boks: Pemimpn Umum K. Nadha, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Raka Wiratma, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab/Redaktur Pelaksana Widminarko, Staf Redaksi: Nariana, Made Taro, Putu Setia, Wayan Sayun. Selain Pos Remaja yang juga diasuh Made Taro dan A.A. Gde Raka (ilustrator), juga ada Pos Anak yang diasuh I.B. Anom Ranuara, dan Pos Minggu bagian dari rubrik budaya Bali Post Minggu. Masing-masing pengasuh/redaktur bekerja serabutan, saling melengkapi. Para pengasuh rubrik bukan hanya membina pencinta dan peminat sastra lewat koran, juga lewat beragam kegiatan di masyarakat. 

Untuk mengenang Chairil Anwar 25 April 1976 diselenggarakan diskusi di SPGN Denpasar menampilkan pembicara utama Made Taro, Wayan Jendra dan Paulus Yos Adi Riyadi. Hadir 97 orang (sesuai daftar hadir), di antaranya Abu Bakar yang kemudian dikenal sebagai Pendiri dan Pimpinan Teater Poliklinik. Nasi bungkus untuk peserta disiapkan Kantor Departemen P dan K Kabupaten Badung yang dikepalai Drs. Beratha Subawa.

Peserta memberi mandat kepada saya selaku pemandu diskusi untuk menindaklanjutinya membentuk wadah bagi pencinta dan peminat sastra di kalangan remaja. Terbentuklah Sanggar Pos Remaja yang diresmikan 9 Mei 1976 di Hotel Denpasar dalam suatu acara yang dipandu Jiwa Atmaja (Wakil Ketua II Sanggar) sebagai pembawa acara. Dalam tiap Malam Kesenian Remaja yang diselenggarakan Sanggar, yang diawali di Aula Unud menyusul pelaksanaan Lomba Folksong se-Bali 21 Agustrus 1976, tiap pengasuh Rubrik menampilkan remaja dan anak-anak binaannya. Di Aula Unud yang disponsori ASTRA itu tampil pula Cok. Raka Pemayun bermain ‘solo gitar’.

Dalam Malam Kesenian Remaja yang diselenggarakan Sanggar Pos Remaja di Aula Kanwil Departemen P dan K Bali, tampil pula anak-anak binaan Teater Mini (sejak 18 Juni 1979 bernama Teater Mini Badung) pimpinan Pengasuh Pos Anak, I.B. Anom Ranuara. Dekor panggung dalam tiap Malam Kesenian Remaja didesain para remaja yang berbakat untuk itu, seperti Gde Aryantha Soethama (Wakil Ketua I Sanggar Pos Remaja) dan Gus Martin (I.B. Martinaya) Wakil Sekretaris Sanggar. Di luar koran, Made Taro juga mengasuh Teater Si Paku Paku (berdiri 1978) dan Sanggar Kukuruyuk (berdiri 15 Juni 1979). 

Juni 1979 Umbu bergabung di Bali Post mengasuh rubrik puisi, di Pos Remaja dan di Pos Minggu. Sosok yang gemar nonton pertandingan sepak bola di layar televisi ini memiliki cara memikat dalam memotivasi peminat puisi agar produktif berkarya. Ia gunakan istilah sepak bola, “kompetisi”. Yang telah berhasil puisinya dimuat di Pos Remaja, diharapkan tetap berkarya dan berkompetisi meningkatkan kualitas karyanya agar bisa dimuat di Pos Minggu. Dalam proses pembinaan, Umbu menggunakan sarana berkomunikasi Kolom “Kontak” dan kegiatan Apresiasi Sastra yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, kampus, sanggar sastra, bahkan di rumah-rumah pribadi di banyak kota dan desa, serta lomba menulis puisi.

Kegiatan Sanggar Pos Remaja yang menjadikan Rubrik Pos Remaja sebagai sarana publikasinya selalu diselenggarakan secara sinergis bekerja sama dengan pihak lain, seperti Lomba Puisi bekerja sama dengan Lesiba (Lembaga Seni Budaya Indonesia Bali) pimpinan Made Sukada, Lomba Folksong bekerja sama dengan Dewan Mahasiswa Unud pimpinan Made Merta, Kejuaraan Catur Remaja bekerja sama dengan Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) Bali pimpinan Joko Mulyo, S.H. Kegiatan Sanggar tidak terfokus pada bidang Sastra dan Drama, tetapi disesuaikan dengan visinya: Menghimpun dan Menyalurkan Remaja sesuasi Bakat dan Minatnya. 

Salah satu puncaknya, Umbu menetapkan peringkat hasil kompetisi di bidang penulisan puisi. Masuk “Sepuluh Besar Penyair Muda se-Bali” tahun 1980 : I.B. Darmadiaksa, Lilik Mulyadi, Nyoman Wirata, Raka Kusuma, Adnyana Sudibia, Gede Artawan, Guspin Anandini, Erlina, Dadek Yudhana, Wayan Artawa (Sumber: Widminarko, Raka Kusuma). Mereka tampil di panggung menerima piala dan tanda penghargaan lainnya saat berlangsung Malam Kesenian Remaja di Aula Kanwil Departemen P dan K Bali, tahun 1980.

Sejak itu beberapa penyair Bali mendapat apresiasi dan tembus di tingkat nasional, sanggar-sanggar sastra dan penyair-penyair andal bermunculan. Setelah gebrakan Sanggar Pos Remaja meredup akibat kesibukan pengurusnya, muncul sanggar-sanggar sastra lain yang juga melahirkan penyair-penyiar andal seperti Sanggar Minum Kopi. Tampil penulis dan penyair produktif yang langsung dan tidak langsung pernah mendapat sentuhan tangan dingin Umbu, seperti Oka Rusmini, Cok. Sawitri, Warih Wisatsana, Fajar Arcana, Tan Lio Ie. 

Beberapa kalangan dan temannya bermaksud mengekspresikan penghargaannya atas dedikasi Umbu dalam kiprahnya di bidang sastra di Bali selama 30 tahun. Mereka menyelenggarakan “Reuni Apresiasi Sastra 30 Tahun Dedikasi Umbu Landu Paranggi, Bali 1979 – 2009” di Gedung Ksirarnawa Art Centre Denpasar, 9 Juli 2009. Banyak pengagum dan sahabat Umbu yang datang. Namun, Umbu tidak datang. Beberapa orang didaulat untuk tampil mengungkapkan pengalaman, kesan, dan pesannya. Saya mendapat kesempatan pertama. 

Tanggal 26 dan 27 Mei 2016 Umbu tampil membaca puisi di depan publik pencinta, pengagum, dan sahabatnya di Kampung Puisi. Saya tidak hadir, hanya membaca informasi tentang peristiwa langka itu di media sosial facebook a.l. yang diinformasikan Wayan Jengki Sunarta.***



1 comment:

  1. Artikel yang ciamik dan menambah wawasan baru tentang pujangga2 Indonesia
    (Wisnu Murti,https://tulisandenpasar.blogspot.com)

    ReplyDelete