Tuesday, July 8, 2014

Upacara XXXIII

jadi kau merasa payah sejatiku
           pukul rata tanahlah
baca bacalah aku sejatimu
           di liang liang gua tapamu
di sentilsentil ujung heningmu
jadi
           sajak bilang apa saja pada aku
                      jadi buang diri kau
           alhamdulilah begitu rupa kau
                                 jadi pengembara…



(Umbu Landu Paranggi)

Sumber : Kuda Putih, Musikalisasi Puisi, Tan Lioe Ie, dkk (2000)



Tujuh Cemara

sisa sampah debu revolusi
sapu dan lego dalam seni
di ibu kota kata sendi kata
si tua muda yogyakarta
(yogya sudah lama kembali)
kembalilah ke yogyakarta
cemara tujuh denyar puisi

             tujuh cemara
             di jantung Yogyakarta
             barisan rindudendam menghela anginmu
             terjaring di kampus tua
             tertanam cinta terdera
             di surut hari mencari
             debar puisi di hati

tujuh gelandangan
(buah asam malioboro)
memanggul gitar nembakkan syair lagu
mentari jalanan bulan lorong kumuh
antara kampung kampus, gubuk gedongan
singsing singsing fajar lenganmu
prosesi tugu pasar alun-alun
bongkar pasang dadadadamu
kang becak andong muatan perkasa
kilatan raut pasi berpeluh debu
ciumlah bumi yang nerbitkan sayangmu
nyelamlah lubuk urat nadi hayatmu

            tujuh gunung seribu yogya
            seribu tarian gang malioboro
            tujuh pikul daun pisang ibu beringharjo
            (nasi bungkus pondokan selasa rabumu)
            tumpukan hijau restu sanubari jelata
            sujud bibir pecah yang mengulum kata sejati
            hulubalang benih ilham di siang malammu

tujuh cemara gelandang
tujuh gunung seribu saksi tak bisu
gelaran tak sunyi gusargusur kakilima
bentangan dukacita langit sukma
manggang biji mata di kawah candradimuka
tak kau dengar keliling kidung sembilu
meronda dan menggedor mimpi mimpi igaumu
(tak kau ingat peta rute juang gerilya
gercik darah tumpah meriba pertiwi)
di bawah jam kota tujuh pengemis tua
bertumpu seperti mendoakan kita semua
di bawah tapak sudirman kami mangkal malam-malam ini

             sisa sampah debu revolusi
             sapu dan lego dalam seni
             di ibu kota kata sendi kata
             (yogya sudah lama kembali)
             kembalilah ke yogyakarta
             cemara tujuh denyar puisi

tujuh cemara
di jantung yogyakarta
barisan rindudendam menghela anginmu
terjaring di kampus tua
tertanam cinta terdera
di surut hari mencari
debar puisi di hati


(Umbu Landu Paranggi)


Sumber : The Ginseng, Antologi Puisi Indonesia, Sanggar Minum Kopi, Denpasar, 1993.

Apa Ada Angin di Jakarta

Apa ada angin di Jakarta
Seperti dilepas desa Melati
Apa cintaku bisa lagi cari
Akar bukit Wonosari

Yang diam di dasar jiwaku
Terlontar jauh ke sudut kota
Kenangkanlah jua yang celaka
Orang usiran kota raya

Pulanglah ke desa
Membangun esok hari
Kembali ke huma berhati


(Umbu Landu Paranggi)


Sumber : “Apa Ada Angin di Jakarta” dalam Indonesia Bagian Sangat Penting dari Desa Saya, oleh Emha Ainun Nadjib, 1983. Sala : PT Jatayu